Kaget tak kepalang jadinya ketika saya mendengar ongkos perbaikan dua buah sepeda tarifnya sebesar Rp600.000.
Cerita awalnya, enam bulan yang lalu, saya berniat memperbaiki dua buah sepeda. Satu jenis hybrid dengan merk Polygon Heist 2 keluaran lama, sedangkan yang lainnya merupakan sepeda lipat merk Fold-X. Kendala yang saya alami dengan sepeda hybrid tersebut adalah patah RD (rear derailleur) karena tersangkut rantai. Kalau dihitung, ini sudah kali kedua saya mengalami hal serupa dan terpaksa RD-nya harus diganti. Sedangkan untuk sepeda lipat tak ada kendala berarti, hanya servis berkala seperti penyetelan RD dan FD (front derailleur), rem, dan shifter.
Berhubung sepeda tersebut tidak bisa dikayuh dan harus dituntun, maka bengkel sepeda yang didatangi mestilah tak jauh dari tempat tinggal. Kebetulan, waktu itu domisili saya sekitar Jalan Kaliurang, tepatnya Pogung Lor. Berjarak sekitar 500 meter dari rumah, di daerah Pogung Baru, terdapatlah sebuah bengkel sepeda motor yang sekaligus melayani servis sepeda. Jadilah kedua sepeda tersebut saya titipkan di bengkel tersebut.
Kalau sebelumnya saya membeli sendiri RD yang akan dipasang di sepeda, kali ini saya tak mau dibuat repot. Saya pasrahkan untuk pembelian RD serta pemasangan pada montir (sekaligus pemilik bengkel). Beliau menyetujui, dengan syarat uang pembelian RD dibayar di muka. Saya tak masalah.
Lupa karena banyaknya kesibukan, sepeda tersebut tak diambil dari bengkel berminggu-minggu lamanya.
Ketika pertama kali saya datang ke bengkel tersebut dan menanyakan kondisi sepeda, pemilik sempat kebingungan, mungkin beliau lupa. Sejenak kemudian beliau baru menyadari dan berucap, "Oh, sepeda Heist dan sepeda lipat sebulan yang lalu itu ya?". Saya mengiyakan. Dan betapa kagetnyanya saya ketika beliau mengatakan biaya servis sepeda senilai Rp150.000 ditambah biaya penitipan sebesar Rp600.000 untuk dua sepeda.
Saya terdiam sejenak, jantung berdegub kencang. Uang perkiraan yang saya siapkan, ternyata jauh sekali kurangnya dari yang dipaparkan. Saya sempat bertanya, "Kok mahal sekali?", sembari dalam hati selalu bertanya dan membandingkan, "Penitipan motor saja tak semahal ini!". Hanya Rp2.500 per harinya, nah ini untuk sepeda berkali lipatnya.
Saya mulai intropeksi diri, mungkin ini semacam denda karena saya lalai. Tapi tetap saja ada yang bergejolak dalam diri, semacam tidak terima karena harganya yang tak masuk akal.
Sang pemilik bengkel menanyakan, apakah sepedanya mau diambil saat itu juga? Kalau bersedia, sepedanya bakal diambil dari rumah dengan durasi kurang lebih setengah jam. Oh, saya baru sadar selama ini sepedanya tidak disimpan di bengkel apabila telah selesai diservis.
Mungkin, ada banyak pelanggan seperti saya yang lalai atau lupa untuk mengambil sepedanya sehingga membuat penuh ruang bengkel maupun di rumah beliau. Oleh karena hal tersebut, pelanggan yang lalai tersebut dikenakan denda yang nilainya jauh berkali lipat dibanding biaya servisnya. Saya mencoba merenung lagi, menganggap bahwa murni kesalahan pribadi. Hari itu, pengambilan sepeda saya tunda menjadi esok harinya karena memang uangnya tak cukup untuk membayar dendanya.
Malamnya, saya coba hubungi pemilik bengkel via telepon, berharap bisa negosiasi ulang untuk mendapatkan keringanan. Pemilik bengkel tetap pada pendiriannya, total harganya seperti yang dijelaskan beliau. Berat memang, susah ikhlas, tapi akhirnya saya terima juga.
Besok harinya ketika akan mengambil sepeda, pemilik bengkel menawarkan agar sepeda lipat dijual saja untuk menutupi biaya denda. Taksiran harganya lumayan, sekitar Rp400.000. Jadi, saya hanya menambah kekurangannya saja senilai Rp200.000 ditambah biaya servis sebelumnya sebesar Rp150.000. Saya menyetujui usulan tersebut, karena memang pada dasarnya, sepeda lipat tersebut diperbaiki dengan tujuan untuk dijual, jarang dipakai karenanya. Hanya saja, harga yang sudah disiapkan jauh lebih tinggi dibanding tawaran pemilik bengkel. Sepeda hybird Polygon Heist 2 tetap harus saya ambil dan bawa pulang, berapapun biayanya. Karena sepeda tersebut milik orang lain.
Sebelum saya melangkahkan kaki dengan gontai dan mengayuh sepeda, pemilik bengkel sempat berkata kalau biaya sewa bangnan 5x5 meter untuk bengkel tersebut cukup mahal, apalagi lokasinya di perumahan elit yang harga tanahnya sekarang berkisar 2 jutaan. Mahal biaya sewa, ditambah lagi dengan mahalnya uang keamanan komplek. Tapi, masa iya biaya sewa dikenakan sebagai denda pada satu orang saja? Saya?
Seminggu yang lalu, saya sempat melewati bengkel tersebut di daerah Pogung Baru. Kondisinya sudah rata dengan tanah disertai puing-puing bangunan. Mungkin sudah habis kontraknya, atau sudah pindah ke tempat yang lebih bagus, pikir saya.